Selasa, 08 Juni 2010

Ayat Tarbiyah/Kelemahan Manusia

Tugas Makalah Ayat-Ayat Tarbawiyah




KELEMAHA-KELAMAHAN MANUSIA
DALAM AYAT-AYAT AL-QUR`AN


Manusia terdiri dari dua unsure yakni, unsure tanah dan unsure ruh. Manusia pada fisiknya adalah bahan baku dari tanah dan unsure penggeraknya adalah ruh. Maka demikian manusia hidup sehingga ia dapat bergerak dan menyesuaikan diri dengan alam semesta dan tugas utamanya adalah ibadah kepada Allah sekaligus sebagai khalifatullah fil ard. Untuk menyempurnakan kekhalifahannya ia dilengkapi dengan pendengaran, penglihatan, dan panca indra lainnya hingga benar-benar sempurna. Demikian insyarat dalam al-qur`an surah As Sajadah : 7-9.

1. Surah As-Sajadah ayat : 7-9

  •                • •                •  
Artinya:
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Manusia adalah ciptaan dan karya Allah yang paling agung, dari segi penciptaan manusia adalah bentuk body yang paling bagus dan paling menawan. Meski dari penciptaan yang hina karna dari tanah dan saripati air (mani), kemudian Allah memuliakannya. Dan di antara manusia tidak sedikit menghinakan dirinya sendiri, maka jadila ia sebagai manusia hina.







2. Surah At-Tien : 4-6

                     
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.

Dalam timbangan Al-Qur`an masalah mulia maupun hina terletak dalam keimanan dan ketaatan pada Sang Pencipta. Islam tidak melihat dan menimbang kemuliaan itu dari segi fisik maupun harta akan tetapi dari segi kemuliaan hati dan peribadatan. Hingga demikian kita bias katakana bahwasanya manusia adalah makhluk Allah yangn paling mulia dan pada sisi lain ia adalah makhluk yang lemah. Sehingga terkadang melupakan asal-usulnya. Maka Al-Qur`an mengingatkan pada manusia akan keterbatasannya, baik dalam bentuk fisik maupun akal.

3. surat Ar-Ruum ayat : 54

                           
Artinya:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa.


Dalam proses pertumbuhan manusia, sejak dilahirkan hingga dewasa dan beranjak tua tidak terlepas dari dua keadaan yakni, lemah dan kuat. Dalam realita kehidupan, manusia adalah makhluk yang paling lemah keadaannya ketika keluar dari perut ibunya. Membutuhkan beberapa bulan hinngga tahun untuk bisa berdiri dan berjalan, berbeda dengan misalnya kambing, sapid an hewan lainnya. Bahkan ayam baru menetas segera dapat berjalan. Jauh halnya dengan keadaan manusia.
Demikian manusia meniti hidupnya dalam keadaan lemah kemudian sediki Allah memberinya kekuatan untuk bangkit dimulai dari merangkak, duduk, berdiri, berjalan dan berlari kecil untul melatih otot untuk bekerja. Demikianlah manusia menuju kesempurnaan menggapai nikmat Penciptanya.
Apakah lantas demikian itu manusia masih terbetik dalam benaknya untuk sombong? Allah sekali lagi mengembalikan manusia pada keadaan semula, setelah kuat dengan sempurna sedikit demi sedikit ia kembali lemah dan akhirnya sandiwara kehidupan pun berakhir baginya.
Kita bisa mengambil beberapa kesimpulan dan faidah di antaranya,
 Allah mengabarkan kepada hamba-Nya proses penciptaannya dengan tujuan utama manusia tidak melupakan asa-usulnya dan tidak takabur lagi sombong.
 Allah memulai penciptaan manusia dalam keadaan lemah tanpa daya dan upaya, bayi baru lahir hanya bisa mengandalkan tangis sebagai bentuk kelemahannya. lantas diberi kekuatan dan kemampuan
 Kematangan membutuhkan proses yang panjang, mula-mula pendengaran, penglihatan dan panca indra lainnya. Lantas disempurnakan akal untuk berpikir dan bertindak setelah sempurna fisik dan siap bekerja.
 Kembali Sang Pencipta menetapkan manusia demikian hingga datang masa tua dan mulai kembali ke asalnya. Kulit mulai keriput, rambut sehelai demi sehelai memutih, kekuatan mulai berkurang, ingatan mulai hilang, pendengaran, penglihatan demikian panca indra lainnya sudah tak berfungnsi sebagai mana sebelumnya.
 Pendidikan dan Tarbiyah Allah kepada sekalian manusia agar dapat bercermin dari proses penciptaannya. Allah menginginkan manusia sadar akan semua kejadian ini.

4. Surah Al-Ahzab Ayat : 71

                   
Artinya :
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh,

Ayat yang mulia di atas memberi berita, sebelum amanah itu jatuh pada manusia, Allah Subhanahu wa Ta`ala telah menawarkan tugas mulia itu kepada makhluk lainnya akan tetapi semua menolak. Kemudian Allah menutup ayat 72 ini dengan pernyataan, “Sungguh manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. Kezalimannya bukan karena menerima amanah tapi karena menyelewengkan amanah, kebodohannya bukan karena siap menjadi khalifah tapi karena tidak pedulinya pada amanah khalifah yang berat ini. Siapa pun akan datang menghadap Allah dengan masing-masing membawa beban.

Di antara pendapat arti dan makna amanah itu adalah,
 Dalam hadits yang berasal dari Ibnu Abbas, Amanah adalah ketaatan yang ditawarkan kepada mereka (langit,bumi dan gunung) sebelum ditawarkan pada Adam. Allah berfirman, Ya Adam, Aku telah menawarkan amanah pada langit, bumi dan gunung-gunung dan semua tidak mampu. Apakah engkau mengambilnya? Adam berkata, Ya Rabb! Apa konsekwensinya? Dijawab, Apabila engkau mengembannya dengan baik maka akan mendapat balasan yang baik pula. Apabila engkau berkhianat maka akan mendapat azab. Maka diembanlah amanah itu oleh Adam.
 Shahabat Ibnu Abbas Rhadhiyallahu `anhu berkata, “ Amanah adalah ketaatan yang sebelum ditimpakan pada manusia terlebih dahulu telah ditawarkan pada langit, bumi dan gunung. Akan tetapi semua menolak karena ketidakmampuannya.
 Qotadah Rhadhiyallahu `anhu, berpendapat, amanah adalah agama, kewajiban dan had.
 Adapun Malik Rhadhiyallahu `anhu berpendapat, amanah ada tiga, Sholawat, Shaum dan mandi janabat.
 Ubay bin Ka`ab Rhadhiyallahu `anhu, mengatakan, di antara amanah wanita menjaga kemaluannya.
 Mujahid, Sa`id bin Jabir, Dhahhak dan begitu pula Al Hasan Al Bashri Rhadhiyallahu `anhum, berpendapat bahwa amanah itu pada hakekatnya adalah kewajiban (Agama).

Pandang arti amanah tersebut bertumpuk pada aturan agama baik perintah maupun larangannya. Tekanannya telebih pada syariat yang menjadi kewajiban umat manusia. Islam adalah agama aturan, di sana ada kewajiban adapula sunnah demikian ada pilihan, selain itu ada larangan dan ada isyarat bahwa hal tersebut buruk dan ada pilihan. Kesempurnaan itu tidak lain karena peletak agama ini adalah Pencipta alam semesta termasuk manusia dan kemauan manusia itu sendiri.
Keselamatan kita ditentukan sejauh mana hati, pikiran dan tindakan bersedia mengikuti aturan yang sempurna itu. Kebutuhan ruhani pada manusia melebihi dari pada kebutuhan jasmani. Kalau jasmani yang sehat maka tidak ada orang mau bunuh diri, kalau ruhani fit maka tidak ada dengki yang berakhir pembunuhan, kalau ruhani baik maka tidak ada kejahatan yang meresahkan relung hati karena ulah para berpenyakit hati.
Kekurangan jasmani mungkin akan terobati dengan kecanggihan tekhnolgy dan kemajuan kedokteran dan segala macam kamajuan dunia. Hampir semua kebutuhan bisa dibeli, dimana-mana disediakan segala yang menjadi kebutuhan manusia hingga manusia hanya mempersiapkan uang untuk mendapatkannya. Namun apa boleh dikata kalau hati yang tak terobati. Maka aturan agamalah obatnya.

5. Surah Al-Ma`arij Ayat : 19-20

 •   • 
    
    
Artinya :
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir,

Al-Qur`an menggambarkan bahwa sifat kikir itu bukan hanya orang yang menahan kedua tangannya dari memberi, tapi demikian pula bagi orang yang suka berkeluh kesah. Pada dasar kikir adalah tidak memberi pada yang berhak, ketika manusia mendapat cobaan berupa kesulitan maka hak dan kewajibannya adalah bersabar dan kalau mampu ia ridha dan kalau ia hamba yang faqih maka ia bersyukur karena di balik musibah ada hikmah yang tak terhitung keuntungannya. Di balik musibah ada penghapusan dosa, ada kenaikan derajat di sisi Tuhannya.
Namun ujian kenikmatan pun tak membuat manusia menyadari lantas bersyukur, maka Allah pun mencapnya amat kikir. Betapa hinanya bagi orang yang diberi lantas tak mau menoleh siapa yang telah memberinya. Sifat yang tak mungkin dimiliki orang-orang yang berakal meski pun sedikit.
Kalau melihat realitas dunia metropolitan, maka jawabannya adalah, ini adalah hasil usaha kami, kami telah bekerja dan kami pun berhak untuk memanen hasil keringat. Benarkah demikian? Sejenak menoleh tetangga kanan kita atau tetangga kiri, apakah mereka tidak bekerja? Tidak berkerinngat? Tidurkah mereka? Tidak…sekali lagi tidak. Mereka keluar sebelum ayam bergeser dari tempat tidurnya, sebelum anak-anak mereka bangun. Apa yang nereka perbuat? Mengais tong sampah, apa yang meraka cari? Emas…perak…permata…intan? Bukan! Bekas plastic indomie Anda yang mereka korek. Bekas minuman mereka buru. Lantas mengapa manusia itu lupa? Itulah satu dari seribu kelemahan manusia.

Hikmah dari semua itu adalah pelajaran yang wajib dihindari bagi orang-orang yang berakal agar tidak terjerumus bersama mereka yang terjerumus. Di antara kandungan ayat tersebut adalah,
Manusia pada umum suka berkeluh kesah, bertanda tidak sabar dan kurang menyelami hikmah sabar dan ridha.
Kikir tidak hanya karena tak mau berbagi tapi juga bagi orang yang tidak siap menerima keadaan yang menimpanya.
Apabila dikaruniakan kenikmatan duniawi lantas lupa pada Pemberi nikmat (kufur nikmat) tidak menunaikan kewajiban zakat, shodaqah dan infaq. Inilah kikir sejati.
Hanya sedikit sekali manusia yang bersabar apabila ditimpa musibah. Namun lebih sedikit lagi orang yang bersyukur apa bila mendapat nikmat.

6. Surah An-Nisa` Ayat : 28

         
Artinya :
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
7. surah Al-Insyirah Ayat : 5-6

•   •  •    

Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.

Kemurahan dan rahmat Allah Subhanahu wa ta`ala amat lah luas, lebih luas dari samudra lebih lapang dari daratan. Ia samudra yang tak bertepi, semua jalan buntu ada jalan daruratnya. Syariat yang begitu pokok saja memberi jalan alternative pada saat-saat mendapat kesulitan. Itulah kemurahan Allah Subhanahu wa ta`ala pada hamba-Nya yang lemah ini.
Dua atau tiga ayat di atas mewakili semua kemudahan dalam Al-Qur`an, di sana masih puluhan bahkan ratusan ayat serupa. Kelemahan itu tidak saja pada fisik tapi juga tekad dan kemauan, bahkan juga istiqomah dan cita-cita. Maka Allah Subhanahu wa ta`ala membuka jalan kemudahan, pada dasarnya hidup ini adalah tanggung jawab, maka Allah membuka dispensasi (tasamuh) karena kemampuan kita sungguh amat-amat terbatas.
Kalau boleh kita umat Islam mengklaim bahwa semua ini hanya diperuntukkan pada umat ini. Apabila kita mencerna hikayat dalam Al-Qur`an maka beban lebih berat dibebankan pada umat terdahulu, namun kalua memetik hikmah di balik itu karena badan mereka lebih dari poster manusia sekarang dan di sana masih terdapat alas an lainnya.
Di antara hukum fiqh dan hikmah ayat termaktub,
 Keringanan yang dianugrahkan apabila dilakukan maka pahala tidak berkuranng, bahkan sebagian ulama mengatakan keringanan itu lebih afdhal.
 Tanda rahmat Allah pada umat ini.
 Boleh meringkas sholat dari empat rakaat ke dua rakaat pada musafir. Karena pada umumunya musafir itu mendapatkan badan lelah dan kesulitan di rantau.
 Demikian pula musafir boleh berbuka dan menggantinya pada hari lapang di luar Ramadhan
 Bagi ibu yang melahirkan dan orang tua jompo yang tidak mampu berpuasa menggantinya dengan fidyah, diserahkan pada orang yang tidak mampu.
 Orang miskin (sangat dalam kemiskinan) tidak wajib bagi mereka zakat, justru mereka wajib mendapat zakat
 Bagi kaum Muslimin yang tidak punya kemampuan harta dan fisik jatuh kewajiban menunaikan haji.
 Bagi kaum Muslimin yang tidak punya bekal dan kemampuan fisik tidak wajib ikut jihad kalau sewaktu-waktu kaum muslimin diserang musuh
 Pintu kebaikan dalam Islam amat banyak, dimana saja mampu disana lah yang utama
 Setelah kesulitan ada janji kemudahan





8. Surah Yasin Ayat : 77

           
Artinya :
Dan Apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), Maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!

Berbekalkan akal, Allah menyuruh kita untuk menganalisa, meneliti, melihat singkat kata mengadakan riset akan penciptaan dunia serta isinya termasuk manusia. Suatu potensi yang amat besar untuk mengasah dan menguji kemampuan otak ini, sampai dimana batas kemampuanya dalam melihat semua kebesaran Allah ini. Seorang peneliti barat pernah berkata, “Semakin kabur panganku tentang alam semesta ini semakin yakinlah aku kalau semua ini ada penciptanya”. Inilah pengakuan seorang yang jujur pada dirinya. Kemampuan manusia amat terbatas. Bahkan pakar Astronomi yang satu tidak malu mengatakan, “Pengetahuan kita tentang alam semesta ini hanya lah 7%”. Lantas dimana letak kesombongan manusia? Tidak ada tempat k untuk menyombongkan diri. Demikian pengakuan orang-orang yang pernah menyaksikan kekuasaan Allah di luar angkasa sana.

Mungkin sedikit disimpulkan bahwa,
 Ayat pertama adalah Perintah, Bacalah! Artinya di sana banyakl hal yang perlu diketahui yang belum diketahui orang-orang terdahulu.
 Manusia sejatinya hanyalah dari setetes air mani yang bertemu ovum dari ibunya lantas jadilah ia manusia perkasa, lantas kenapa mereka sombong?
 Tidakkah manusia menyadari kalau ia asal-usulnya dari yang tidak ada lantas diadakan namun itupun melalui bahan yang menjijikkan, tapi kena lantas menentang Penciptanya? Sungguh tak tahu diri.

8. Surah Adz Dzariyaat Ayat : 20-21

          
Artinya :
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin. Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?

Kalau tanda kekuasaan Allah itu di bumi amat banyak dan luas hingga sulit bagi manusia yang lemah ini untuk mencerna semua, maka Allah juga membuat tanda-tanda kekuasaan-Nya pada dirimu. Adakah ia mengambil pelajaran? Sedikit bahkan amat sedikit manusia tergolong pada ini.
Mungkin penulis hanya mampu menunjukkan satu di antara ribuan tanga itu. Kita pilih jantung sebagai contoh. Jantung manusia berkekuatan sebagai berikut,

 Jantung manuasia memompa darah dalam sehari sebanyak 2.200 galon
 Bila dihitung dalam setahun 8.030.000 galon
 Kalau umur kita mencapai 60 tahun maka jantung bekerja sama dengan kira-kira 345.000 ton beratnya
 Tahukah kita besar jantung itu? Hanya segenggam tangan dewasa
 Berapa beratnya? 225-340 gram. Bagaimana bisa terjadi?
 Berdenyut 70 kali tiap detik, berarti 4.200 tiap jam, 100.800 sehari atau 36.792.000 dalam setauhn. Hebat luar biasa. Sudahkah kita memikirkannya? Nampaknya kelemahan manusia jauh lebih daripada yang kita sadari selama ini.


9. Surah An Nahl Ayat : 78 :

    •            

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.

Tugas seorang ibu adalah mengandung, adapun mengeluarkan jabang adalah Allah Subhanahu wa Ta`ala, maka ditekankan dalam surat ini, “dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu”. Sebenarnya ini jawaban pada mereka yang ingkar pada kekuasaan Tuhan. Dengan mudah kita dapatkan ibu harus dicecar karena bayi dalam perut tidak bisa keluar, entah itu karna meninggal dalam perut maupun masalah lainnya.
Setelah keluar, bayi hanya bisa menangis entah apa sebab. Karena ketika itu manusia belum mengetahui apa pun, kemudian berlahan-lahan panca indra mulai berfungsi satu demi satu yang pertama kali adalah pendengaran, penglihatan dan hati.
Semua ini diungkapkan agar manusia menyukuri segala nikmat dan pemberian Allah Subhanahu wa Ta`ala, maka diakhir ayat dengan ditekankan hal tersebut, “Agar kamu bersyukur”. Bagaimana bentuk syukur terhadap pendengaran? Bagaimana pula penglihatan? Dan lainnya?.
Semua badan ini akan diminta pertanggungnjawaban, yang paling berperan sebagai penentu adalah telinga, mata dan hati. Tanggung jawab kepala dan apa yang ada disekitarnya tidaklah mudah. Kuping bertanggungjawab pada semua yang didengar, tidak ada yang lewat pada manusia tanpa mendengar, pendengaran akan diintrogasi dari semua apa yang didengar, baik maupun buruknya. Betapa banyak manusia terjerumus dalam dosa dan noda dikarenakan mendengarkan hal-hal negative. Betapa banyak saudara yang bertiakai karena adu domba pihak yang tidak bertanggung jawab, yang bermula dari bisik-bisik jahat. Betapa banyak orang tersesat karena tidak memperbaiki pendengaran hingga lain yang disampaikan lain pula tanggapannya.
Maka sungguh benar sabda Nabi Shallallahu `alai wa sallam , “Cukuplah seseorang itu dikatakan pendusta apabila ia menceritakan semua apa yang ia dengar”. Karena betapa banyak berita yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.
Mungkin kita masih teringat dengan desas-desus kasus selingkuh Aisyah Rhadhiyallahu `anha yang bermula dengan cerita bohong yang disebarkan oleh manusia munafik yang tidak bertanggungjawab. Kehidupan Rasulullah sungguh kehidupan yang sangat harmonis bersama istri-istri beliau utamanya dengan Khumairoh, tiba-tiba keharmonisan itu terganggu dengan berita di luar dugaan oleh siapa pun jua. Munafik Abdullah bin Ubay bin Saul tokoh utama kaum muanfikin, Ummu Ruman bunda `Aisyah mendengar berita tersebut langsung pingsan. Berita itu belum tersebar luas. Setelah sadar ia tetap berusaha merahasiakan tidak tega menyakiti putrinya.
Berita bohong itu pun sampai di telinga `Aisyah melalui bibir Ummu Misthah. `Aisyah segera menuju rumah orang tuanya sambil menangis dan menyesalkan sikap ibunya yang menembunyikan berita burung itu.
Dengan air mata yang berlinang deras mencoba menghibur putrinya, “Wahai putriku, janganlah engkau terlalu gundah sebab demi Allah, tidak jarang seorang wanita yang dimadu sedang ia sangat cinta dan dicintai oleh suaminya melainkan dia akan menjadi buah bibir madunya dan buah bibir orang banyak.
Dengan do`a yang sangat, agar Allah membuka tabir semua ini, akhirnya Allah mengabulkan permohonan itu dengan diturunkannya surat An-Nur ayat 11-19.


•                    •                                                               •                •                                                   
Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat Balasan dari dosa yang dikerjakannya. dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar[1031].
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohon itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."
Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu? Olah karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi Maka mereka Itulah pada sisi Allah orang- orang yang dusta.
Sekiranya tidak ada kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, karena pembicaraan kamu tentang berita bohong itu.
(ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal Dia pada sisi Allah adalah besar.
Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha suci Engkau (ya Tuhan kami), ini adalah Dusta yang besar."
Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.
Dan Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.


Akhirnya yang awalnya Rasulullah juga sempat menahan diri dari `Aisyah, namun kegembiraan itu telah tiba. Maka terbuka lebarlah kebusukan isu-isu orang munafik, kemunafikan itu menunjuk Abdullah bin Ubay bin Saul sebagai akar kebohongan besar ini.
Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. tiba-tiba Dia merasa kalungnya hilang, lalu Dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat Dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya.
Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan Ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan Dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. lalu Dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut Pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus. kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin. Bermula dari manakah ini? Jawabannya dari pendengaran yang tidak benar.
Mata dan hati jauh lebih rusak apabila tidak bisa menjaganya. Belum lagi dengan amanah yang lain, kepala, tangan, kaki, badan dan umur belum lagi tambahan ilmu dan harta. Semoga kita mampu menjaga segala kelemahan ini menjadi kekuatan yang bersifat positif.
Demikian makalah ini kami buat, kritik konstruktif tetap kami harapkan dari pembimbing dan teman-teman sekalian demi mendekati kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya semoga Allah Subhanahu wa ta`ala memberi taufiq dan hidayahnya atas segala amalan-amalan kita dan merihdai dan mencitai kita sekalian. Amien ya Mujiibas sailin.



Muhammad Nashrun - S u h I r a h

Tidak ada komentar:

Posting Komentar